Pages

Saturday 15 October 2011

Pekerjaan yang Cocok untuk Freelancer

Menjadi wanita karir sekaligus ibu rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Seringkali kita dihadapi oleh pilihan-pilhan yang kadang menjadi dilema tersendiri. Di kantor kita dikejar deadline oleh bos, sementara di rumah pun banyak pekerjaan rumah yang terbengkalai. Akhirnya resign menjadi pilihan sebagian besar wanita karir yang sudah menyandang predikat ibu.
Menjadi ibu rumah tangga bukan berarti kita tidak bisa mempunyai penghasilan. Kita bisa bekerja dari rumah atau kita juga bisa bekerja sebagai freelancer.



Apapun pilihan kita agar tetap berpenghasilan, hal-hal yg perlu diperhatikan adalah : 

1. Anak Nomor Satu

Pada praktiknya, menjadi ibu sekaligus freelancer  tak semudah membalikkan telapak tangan. “Setiap pekerjaan memang ada stresnya. Yang tidak disadari para ibu muda, pekerjaan ibu rumah tangga itu pekerjaan yang tiada henti. Mutar-mutar  pekerjaannya itu-itu saja, mengurus anak dan suami, belum lagi pekerjaan rumah yang terus-menerus,” ujar Psikolog dan Konsultan Anak FAME, Erin Mutiara, M.Psi.  

Jika tidak siap secara lahir batin, Anda akan mudah terperangkap rasa jenuh dan stres yang sangat tinggi. Tak jarang, anak menjadi pelampiasan kekesalan ibu ketika dihimpit dua pekerjaan. Oleh karenanya, bekerja lepasan sangat bagus bagi para ibu yang ingin melakukan pergantian suasana dengan mengambil pekerjaan freelance atau part time job , apalagi kalau anaknya sudah bisa ditinggal atau dititipkan.

Kelebihan menjadi freelancer  adalah bisa mengatur sendiri kapan waktu yang tepat untuk mengambil pekerjaan. Artinya, waktu bekerja bisa disesuaikan dengan waktu mengurus anak, suami, hingga urusan rumah. Jadi, sambil tetap berkreativitas dan membantu pemasukan keuangan, Anda mempunyai pilihan untuk menjadikan keluarga sebagai prioritas utama.


2. Siapkan Hati

Meski bisa bekerja dari rumah, bukan tak mungkin Anda sering turun ke lapangan. Awalnya, mungkin berat bagi Anda meninggalkan anak bersama orang lain, meskipun mereka adalah orang terdekat (orangtua atau baby sitter ). Oleh karenanya, Anda harus benar-benar mampu membagi hati dan pikiran Anda untuk pekerjaan. Jangan sampai, konsentrasi terpecah.

“Anak memang selalu menjadi masalah bagi ibu-ibu yang start up (memulai, Red.) bekerja lagi. Memang awalnya berat, apalagi kalau anak juga biasa dipegang Mamanya. Tapi, biasanya hanya sebentar, sekitar seminggu.”

Lama-lama, kata Erin, anak juga akan terbiasa dan belajar. Mereka bisa mengerti kalau kedua orangtuanya kini harus pergi bekerja. “Biasanya anak-anak itu, kan, enggak nangis  terus-menerus, hanya 5-10 menit. Setelah itu dia happy-happy  lagi. Ibunya saja yang suka merasa bersalah karena sudah meninggalkan anaknya menangis di rumah.” Intinya, gunakan waktu Anda di kantor seefektif dan semaksimal mungkin untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab Anda pada perusahaan.


3. Sesuai dengan Pendidikan

Pekerjaan apa yang cocok dikerjaan seorang freelancer ? Erin menjawab, apa saja yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman Anda. “Salah satunya psikolog, bisa ikut assessment atau memberi psikotes di suatu tempat yang hanya memakan waktu beberapa jam. Setelah itu mengumpulkan data dan sisanya, seperti mengolah data dan membuat laporan, bisa dikerjakan dari rumah.”

Selain itu, dokter gigi atau dokter umum juga bisa dilakukan seorang freelancer . Para ibu bisa mengambil jam praktik yang fleksibel, misalnya sore hari dan hanya 2-3 jam. Sedangkan untuk yang senang bekerja kantoran, mereka bisa mencari pekerjaan sebagai input  data.Cukup datang ke kantor seminggu sekali, pekerjaan sudah beres. Jika memang tidak bisa diselesaikan di kantor, pekerjaannya bisa dibawa ke rumah dan hasilnya dikirim melalui e-mail  ke atasannya.

Hobi seperti crafting , memasak, fotografi, menata makanan, menulis, hingga menjahit juga bisa dijadikan pekerjaan lepasan, lho. Malah, saat ini pekerjaan lepasan seperti ini banyak dicari oleh perusahaan besar. 


4. Rumah atau Kantor?

Bekerja di rumah atau di kantor, semuanya tergantung dari ketersediaan pekerjaannya. Yang pasti, tidak ada pekerjaan yang tidak menuntut kita untuk ke “suatu tempat” atau “bertemu orang lain”. Bahkan yang berprofesi sebagai entrepreneur  tetap melakukannya.

“Biasanya pekerjaan yang banyak dilakukan di rumah itu online shop . Kalau freelance , kan, bekerja dengan orang lain atau perusahaan, hanya lepas waktu. Tergantung mana yang disukai Si Ibu. Penulis juga bisa. Mereka juga tidak perlu ke kantor.”


5. Buat Keluarga Mengerti

Membuat keluarga (suami dan anak) mengerti dengan keinginan kita bekerja (lagi) sangatlah penting. Hal ini harus dikomunikasikan agar tidak terjadi kesalahpahaman atau masalah di kemudian hari. Yang pasti, gunakan teknik bicara yang berbeda pada suami dan anak, ya. Kepada suami, sebisa mungkin masalah ini dibicarakan sebelum menikah. Lain halnya dengan anak, akan lebih baik jika Si Ibu mempersiapkannya beberapa hari sebelum ia mulai bekerja. Jangan pergi diam-diam dengan alasan takut anak menangis saat ditinggal. Hal itu malah akan membuat anak merasa cemas. Dan, tanyakan kabar anak via telepon di sela-sela pekerjaan. Setelah sampai di rumah, tanyakan kegiatan yang sudah dilakukan anak sehingga anak tak merasa kehilangan perhatian ibunya.

Jika masih menyusui, pintar-pintarlah mengatur stok ASI dalam freezer  untuk anak. Intinya, ibu sekaligus freelancer  harus pintar-pintar me-manage  segala sesuatu. 

Selamat bekerja kembali, Bu!

sumber : tabloid nova

No comments:

Post a Comment